Jual Trenggiling, Dipenjara

Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera bersama Polda Sumbar berhasil menangkap seorang pelaku berinisial M alias AY (63 tahun) atas dugaan perdagangan ilegal bagian satwa dilindungi berupa sisik trenggiling (Manis javanica) seberat 5,85 kg. Penangkapan dilakukan saat pelaku tengah menunggu pembeli di halaman SPBU, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Bukittinggi, pada 10 Juli 2025.
Pelaku mengaku telah mengumpulkan sisik trenggiling tersebut selama tiga bulan dari masyarakat sekitar, dan berencana menjualnya melalui media sosial setelah mendapat informasi dari kerabat bahwa barang tersebut memiliki nilai jual tinggi.
Kini tersangka telah ditahan di Rutan Anak Air Padang dan dijerat dengan pasal-pasal perlindungan satwa dilindungi dalam UU No. 32 Tahun 2024, sebagai bentuk penegakan hukum terhadap kejahatan terhadap keanekaragaman hayati.
Kepala Balai Gakkum, Hari Novianto, menyatakan bahwa pihaknya tengah mendalami kemungkinan keterlibatan jaringan perdagangan satwa lainnya.
Trenggiling adalah salah satu mamalia paling rentan diperdagangkan secara ilegal, dan kasus ini mengingatkan kita bahwa permintaan pasar baik domestik maupun internasional masih ada, yang dipicu oleh informasi yang marak tentang nilai ekonomi satwa liar karena mitos dan manfaat dari satwa liar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Annisa Rahmawati, Senior Wildlife Campaigner Geopix Asia, menyatakan:
“Geopix mengapresiasi langkah cepat dan tegas dari Balai Gakkum dan Polda Sumbar dan mendukung untuk menelusuri seluruh rantai jaringan pelaku, termasuk pembeli dan pihak yang terlibat dalam distribusi online, serta memperkuat edukasi kepada masyarakat agar tidak memperjualbelikan satwa dilindungi, dan melaporkan jika mengetahui informasi tentang jual beli satwa liar.
Untuk mendapatkan 1 kg sisik, diperlukan 8-10 trenggiling hidup. Ini artinya, jika 6 kg sisik yang disita, setidaknya ada 48-60 trenggiling telah dibantai. Tanpa perlindungan menyeluruh, trenggiling dan satwa liar lainnya di Indonesia bisa punah dalam diam.
“Penegakan hukum tidak boleh berhenti pada penangkapan, tetapi harus sampai dengan pemusnahannya, karena jika tidak demikian, dikhawatirkan ada oknum-oknum jahat yang bermain dan menciptakan pasar baru dan membuat rantai kejahatan satwa liar ini tidak akan pernah terputus.” pungkas Annisa.



