EnvironmentPeople

Masyarakat Adat dan Ilusi Pemberdayaan

Oleh: Ken Hardi

Tahun itu, 2023. Mia baru saja kembali dari Bali. Entah berapa lama, perempuan muda dari komunitas masyarakat adat itu mengikuti pelatihan pemberdayaan perempuan adat, belajar tentang hak, keadilan, dan mimpi-mimpi yang katanya bisa diperjuangkan. Di waktu yang sama, Kando, pemuda sekampungnya, juga baru pulang dari Jakarta. Ia habiskan seminggu di workshop pengorganisasian masyarakat. 

Mereka pulang dengan semangat dan cerita. Tapi begitu sampai di dusun, semua terasa jauh dan asing. Sawit dan akasia sudah menggusur ladang mereka. Sungai yang dulu jernih kini keruh oleh limbah. Tidak ada air bersih, tidak ada listrik stabil, tidak ada dokter desa. Mereka kembali ke kenyataan: cari makan di tengah sisa-sisa hutan yang terus terkikis, hidup dalam bayang-bayang konsesi dan ketidakpastian.

@Ken Hardi/Geopix

Begitulah setiap tahun. Ada yang “diberangkatkan” ke Jakarta, Bali, bahkan ke luar negeri, demi agenda pemberdayaan masyarakat adat. Tapi di kampung, kehidupan tak pernah berubah. Mia dan Kando kemudian menikah, seperti kebanyakan sesama mereka.  Punya anak. Lalu mati muda, oleh sebab yang sama: sanitasi buruk, akses layanan kesehatan yang nyaris tak ada, dan tanah yang terus menyempit.

@Ken Hardi/Geopix

Mia dan Kando adalah satu dari sedikit masyarakat adat di Indonesia yang jamak, yang masih bertahan di tengah arus modernisasi dan ekspansi industri. Mereka tinggal di wilayah hutan yang kini makin terhimpit oleh sawit, HTI, dan tambang. Hutan tempat mereka menggantungkan hidup makin lama makin sempit, padahal di sanalah mereka mencari makan, meramu obat, dan menjaga harmoni dengan alam.

@Ken Hardi/Geopix

Masyarakat adat adalah penjaga pengetahuan lokal, pelindung hutan, dan wajah nyata dari keterpurukan, krisis keadilan ekologis di Indonesia. Namun selama ini, mereka lebih sering dijadikan objek proyek ketimbang mitra pembangunan. Mereka difoto, diteliti, diundang bicara, tapi tidak benar-benar didengarkan. Mereka dibawa ke hotel bintang lima untuk bicara soal pemberdayaan, lalu dipulangkan kembali ke  rumah-rumah kayu yang nyaris roboh, tanpa kepastian esok seperti apa.

@Ken Hardi/Geopix

Hari ini adalah pengingat bahwa sudah saatnya kita ubah pendekatan. Melindungi wilayah adat mereka secara utuh, memastikan mereka memiliki hak atas pendidikan, kesehatan, dan ruang hidup yang layak, tanpa harus kehilangan identitasnya. Perlindungan masyarakat adat adalah syarat mutlak untuk menjaga bumi ini tetap hidup.

Hari ini, apa yang hendak kita rayakan, mungkin liburan di Jakarta atau Bali di hotel Bintang Lima, sambil berpura-pura menjadi orang yang berpendidikan?

Selamat Hari Masyarakat Adat Sedunia!

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button