Konservasi Alam, Jalan Panjang nan Sunyi

Oleh: Dr. Danang Anggoro – Direktur Geopix
Setiap tahun, Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) seharusnya memberi kita ruang jeda untuk merenung dan menanyakan kembali: apa sebenarnya yang sedang kita perjuangkan ini?
“Membangun Sinergi Antar Generasi untuk Masa Depan Konservasi” merupakan tema tahun ini dengan tagline “Youth for Conservation, Beyond Expectation” terasa istimewa. Bukan hanya karena menempatkan generasi muda on the spotlight, tetapi karena menyadari ada tantangan lebih dalam yang disodorkan: bagaimana kita memaknai “beyond expectation” dalam kerja konservasi? sementara itu juga sebuah refleksi, apakah kita sudah mencapai ekspektasi sebelum melampauinya?
Sinergi antar generasi bukan sekadar jargon dalam upacara tahunan, tapi merupakan strategi bertahan hidup bagi gerakan konservasi. Karena hanya dengan saling menopang, saling menguatkan, dan membangun ruang dialog yang sehat antar generasi, kita bisa memberi nafas lebih panjang untuk alam.
Bagi Geopix, terdapat makna yang lebih mendalam, bahwa berarti kita sejak saat ini kita harus lebih berani melampaui batas dan sekat formal, sektoral, birokratis dan ego dalam konservasi alam. Generasi muda bukanlah pelengkap program, tetapi sebagai mitra berdaya dalam membangun nilai yang baru dan menciptakan ruang bersama yang lebih adil, lebih inklusif, dan lebih berani, serta modern.
Konservasi tidak lagi cukup dimaknai sebagai konteks pelestarian alam, tetapi diperluas menjadi upaya memperkuat keadilan ekologis, sosial, dan kultural. Hal ini berarti bahwa inklusivitas adalah syarat utama: keterlibatan masyarakat adat, komunitas lokal, perempuan, generasi muda, dan kelompok-kelompok yang selama ini dipinggirkan harus menjadi bagian dari detak jantung konservasi, bukan sekedar ornamental belaka.
Kami meyakini bahwa kesuksesan konservasi berawal dari nilai, pola pikir dan pola tindak yang benar. Dan nilai-nilai itu harus terus tumbuh dalam dialog antar generasi dan menjadi gaya hidup bersama sebagai suatu hal yang diniscayakan dalam menyelamatkan Ibu bumi dari krisis iklim.
Jujur, konservasi alam sendiri bukanlah tentang sebuah pekerjaan yang bergaji besar dan glamour. Di balik slogan dan kampanye, ada perjalanan panjang yang melelahkan. Konservasi alam adalah maraton, dan jika kita bicara tentang rehabilitasi satwa atau pemulihan ekosistem, maka itu adalah ultra-maraton yang berliku, penuh risiko, dan tanpa jaminan keberhasilan yang pasti.
Ketersediaan danapun tidak pernah menjamin keberhasilan. Strategi jangka panjanglah yang lebih penting daripada hasil instan. Dan dari semua hal tersebut, yang paling menentukan bukanlah sekedar sebuah sistem yang baik dan sempurna, melainkan keteguhan jiwa, konsistensi, integritas, passion dan loyalitas orang-orang di dalamnya.
Mereka yang rela hidup jauh di pelosok pedalaman hutan, bekerja dalam kesunyian, melewati jalan lumpur, tanpa sinyal dan berpisah dengan keluarga berminggu -minggu, demi satu hal, menjaga, merawat untuk memberi kesempatan kedua bagi alam kita untuk pulih.

Sebuah pohon yang sudah ditanam dirawat selama 10 tahun bisa ditebang hanya dalam 10 menit. Seekor Orangutan yang susah payah direhabilitasi selama 5 tahun, bisa mati dalam 1 detik karena ditembak 1 peluru dari pemburu kejam. Trauma, mental breakdown, compassion fatigue bukanlah hanya istilah psikologi, melainkan realita yang membayangi para pejuang konservasi di lapangan hari demi hari.
Lalu, Apa yang Membuat Mereka Bertahan?
Jawaban atas pertanyaan itu bukan pada angka, laporan, atau penghargaan. Tapi pada momen-momen kecil yang menyentuh jiwa. Ketika seekor satwa berhasil dilepasliarkan dan menghilang di balik pohon, ketika hutan yang nyaris habis mulai hijau kembali, ketika komunitas lokal memutuskan untuk menjaga hutan yang dulunya ingin mereka tinggalkan.
Sebagaimana dikatakan oleh kolega saya, Ken Hardi:
“Saya mungkin kehilangan akal sehat, tapi selalu menemukan jiwa yang baru, ketika satwa berhasil diselamatkan dan dilepasliarkan kembali ke alam.”
Kalimat itu mewakili semangat banyak orang yang terus memilih jalan ini, meski sunyi, meski berat tetapi tak penah sepi oleh jiwa-jiwa baru yang terus bertumbuh dari hutan.
Di tengah tantangan iklim, dinamika kondisi ekonomi, kompleksitas politik dan konflik-konflik yang terus terjadi, kita tidak dapat bergerak sendiri lagi. HKAN 2025 ini adalah pengingat bahwa kita sedang meniti jalan yang panjang. Dan satu-satunya cara untuk tidak berhenti dan melangkah lebih jauh adalah dengan berjalan bersama.

Karena konservasi alam bukan tentang siapa yang akan sampai terlebih dahulu, tetapi tentang siapa yang konsisten, pantang menyerah dan mampu membangun mimpi besar untuk melihat hutan yang menjadi lebat kembali, satwa liar yang mulai berkembang biak lagi alam, di saat semuanya terasa mustahil.
Untuk seluruh pejuang konservasi alam di manapun berada dan untuk kita semua, kami sangat berterima kasih atas semua perjuangan selama ini. Jalan konservasi alam ini panjang dan sunyi, tetapi dalam hati, kita tak pernah sendiri. Semesta mempunyai cara tersendiri untuk menguatkan kita semua.
Selamat Hari Konservasi Alam Nasional 2025.