Popi Pulang: Sebuah Kisah tentang Kasih Sayang dan Kemerdekaan

Penulis: Annisa Rahmawati
Kutai Timur, 20 Agustus 2025. Di Sangkulirang Kutai Timur, sembilan tahun yang lalu, tim BKSDA Kalimantan Timur bersama mitranya menyelamatkan bayi mungil orang utan kalimantan. Tubuhnya lemah, tali pusarnya masih basah, belum satu pun gigi tumbuh, dan bermasalah dengan saluran pernafasannya. Bayi orang utan ini tampak begitu lemah untuk mengenali hutan tempat dimana ia dilahirkan, tanpa sang induk dunia seakan menjadi gelap dan hutan menjadi begitu asing untuk dapat sewaktu-waktu melukainya.

Bayi orang utan itu diberi nama Popi, dan sejak saat itu, hidupnya adalah perjuangan untuk bertahan dan belajar menjadi dirinya sendiri di pusat rehabilitasi orang utan Borneo Orangutan Rescue Alliance (BORA), yang berada di Berau, Kalimantan Timur. Meski bukan bayi manusia, Popi manja dan sangat suka digendong dan tidak mau dilepas. Popi tumbuh dalam popok, susu botol, dan pelukan-pelukan lembut manusia, para keeper yang menyayanginya dan Popi telah menganggap mereka seperti induknya sendiri.
Popi adalah bayi orangutan yang didapat warga dari perkebunan sawit di wilayah Sangkulirang dan kemudian dipelihara. Wilayah tersebut dikepung oleh ekspansi perkebunan sawit, tambang kapur dan batu bara. Induk Popi entah kemana saat ditemukan, mungkin diusir atau dibunuh atau mungkin mati karena tidak ada ruang hidup lagi. Popi terpaksa hidup merana sebatang kara.

Pada masa awal kedatangannya di BORA, Popi menangis setiap malam. Bukan hanya karena lapar semata, tapi karena kehilangan sesuatu yang tidak bisa digantikan oleh para keeper di sana, pelukan yang hangat induknya dan nyanyian rimba. Para keeper memberinya susu, mengganti popoknya, menggendongnya saat ia gelisah, dan menemaninya hingga tertidur pulas. Tapi mereka tahu, kasih sayang mereka hanya sementara. Karena cinta yang sesungguhnya bukan menjaga Popi agar selalu dekat dan bersama, tetapi mempersiapkannya untuk pulang yaitu kembali ke hutan dan alam liar, rumah Popi yang sebenarnya.
Selama bertahun-tahun, Popi dibesarkan di BORA. Di sinilah Popi tumbuh dari bayi ringkih menjadi individu yang kuat dan mandiri. BORA merupakan ruang transisi antara trauma dan kebebasan. Di sana, Popi belajar memanjat, membuat sarang, dan mengenali buah-buahan liar, ilmu yang seharusnya ia pelajari dari ibunya, kini ia dapatkan dari manusia-manusia yang penuh cinta dan kesabaran.
Dan hari kemerdekaan itu tiba.
Popi kini tumbuh dewasa dan telah menjalani masa habituasi di Pulau Bawan, sebuah kawasan hutan yang dikelola oleh UPTD KPHP Kelinjau untuk proses pra-pelepasliaran selama empat bulan. Di sinilah Popi benar-benar belajar merebut jati dirinya kembali, dari orang utan yatim piatu yang ringkih menjadi penghuni hutan yang kuat, bebas dan merdeka. Kemudian tanggal 10 Agustus yang lalu, Popi berhasil dilepasliarkan secara bersama oleh BKSDA Kalimantan Timur, Centre for Orangutan Protection dan UPTD KPHP Kelinjau , ke hutan lindung Gunung Batu Mesangat Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Popi adalah simbol kemerdekaan yang mengingatkan kita bahwa masih banyak orang utan dan satwa liar lain yang belum merdeka: yang habitatnya rusak atau lenyap, yang hidupnya tidak sejahtera dikurung dalam kandang di kebun binatang, atau yang setiap hari dihantui ketakutan akan jerat dan peluru pemburu jahat.
Memerdekakan Popi adalah keputusan yang lahir dari cinta, keberanian, dan keyakinan bahwa kehidupan liar pun berhak atas masa depan. Dalam proses menyelamatkan Popi, kita sesungguhnya sedang menyelamatkan kemanusiaan kita sendiri.
Terima kasih teruntuk para animal keeper di BORA yang sudah merawat Popi sembilan tahun lamanya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, God bless you!