AnimalEnvironmentPeople

“Benteng” Terakhir Harimau Sumatera

Penulis: Fitri Haryanti Harsono

Jerat para pemburu liar di hutan terus “menghantui” hidup harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Wilayah teritorial harimau yang biasa menjadi area jelajahnya kerap dicari pemburu liar untuk memasang jerat. Saat harimau terjerat, rontaan ingin melepas jerat dan rintihan kesakitan karena luka mematikan lama-lama membawanya menuju kematian.

Sedih dan pilu menyaksikan perjuangan hidup harimau sumatera lewat film dokumenter berjudul “Sumatra’s Last Tigers (2015)” yang diproduksi Channel News Asia, Mediacorp pte Ltd, Singapura dengan orang yang berada di balik konservasi adalah taipan Indonesia, Tomy Winata.

Film dokumenter ini mengambil lokasi di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC), area konservasi yang merupakan bagian dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Sumatera. Kisah harimau sumatera yang memikat sukses meraih medali perak dalam Festival Film New York 2016.

Kita melihat setiap tubuh harimau diambil, mulai dari kulit, kepala, tulang sampai taring. Semua bagian tubuh harimau dijual dan diperdagangkan ilegal. Iming-iming harga yang sangat mahal di pasar gelap, semakin membuat harimau diburu yang berakibat jumlah mereka berkurang dan berada di ambang kepunahan.

Tak hanya perburuan liar, hutan alami sebagai “rumah” satwa karismatik perlahan-lahan menyempit lantaran pembukaan lahan dan permukiman. Sumber makanan di hutan berkurang mendorong harimau mencari makanan ke permukiman. Kondisi ini bisa memungkinkan harimau dibunuh karena manusia merasa terancam.

Dari situasi tersebut, kita merenung bahwa penyelamatan populasi harimau sumatera kian mendesak untuk dilakukan secara optimal. Para peneliti, ahli konservasi, dokter hewan hingga organisasi/lembaga terkait tentunya butuh inovasi mumpuni untuk menyelamatkan populasi satwa karismatik ini.

Inovasi yang dimaksud bukan sekadar ‘yang penting canggih dan terbaru’ saja, melainkan sebuah “game changer‘” yang mampu mengubah signifikan dan berdampak besar terhadap peningkatan populasi harimau sumatera. Kehadiran biobank (biobanking) di era kekinian dinilai mampu menjawab masa depan keberlangsungan harimau sumatera yang terancam punah.

Pemanfaatan teknologi biobank di bidang konservasi satwa liar, terutama upaya membantu reproduksi atau pengembangbiakkan punya potensi besar yang menjanjikan pemulihan populasi spesies. Hal ini sebagaimana tertulis dalam buku “An Introduction to Genetic Resource Banks for Wildlife Conservation” yang diterbitkan Central Zoo Authority pada 2021.

Biobank akan menyimpan materi genetik dari satwa, termasuk gamet (sperma, sel telur), sel tubuh, dan jaringan pada kondisi sangat dingin (beku) untuk jangka waktu lama. Sampel biologis yang tersimpan bisa diambil dan dimanfaatkan efektif oleh kebun binatang, taman konservasi serta laboratorium penelitian hewan. Prosedur reproduksi buatan teruji untuk menghasilkan keturunan yang layak sebelum satwa berusia terlalu tua.

Pemanfaatan biobank perlu kerja sama antar ahli di lingkup bidang dan memiliki akses ke masing-masing sumber daya. Apalagi proses reproduksi buatan begitu panjang dari pengambilan sel telur, lalu dilakukan pembuahan dengan sperma menggunakan teknik in vitro. Embrio yang matang nantinya ditanamkan ke betina resipien untuk melanjutkan proses kehamilan dan kelahiran.

Indonesia sudah mengawali program biobank dan Teknologi Reproduksi Berbantu (Assisted Reproductive Technology) satwa langka yang dilindungi, didukung fasilitas Genome Resource Bank. Genome Resource Bank milik Taman Safari Indonesia menyimpan materi genetik satwa liar, khususnya sperma harimau sumatera, harimau benggala, badak putih, anoa, dan banteng jawa.

Fasilitas yang diketahui berjalan sejak 2015 ini seringkali disebut dengan bank sperma. Bank sperma menjaga kesuburan sperma satwa liar bertahan sekitar 10 tahun atau lebih. Apabila akan dilakukan pembuahan bantuan di masa depan, sperma sudah siap.

Boleh dibilang Genome Resource Bank menjaga kelestarian satwa langka supaya tetap ada, melakukan pemulihan populasi untuk mencegah kepunahan. Kita tahu harimau sumatera berstatus Kritis atau Sangat Terancam Punah (Critically Endangered) dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List of Threatened Species pada 2008.

Keberadaan harimau sumatera perlu dijaga. Sebab, satu-satunya harimau endemik yang tersisa di Indonesia dan hanya ada di Sumatera. Sedangkan, harimau jawa dan harimau bali resmi dinyatakan punah oleh IUCN pada 2008, setelah keduanya tidak ada bukti keberadaan selama puluhan tahun.

Kita berharap Genome Resource Bank, Taman Safari Indonesia tetap berkelanjutan menyimpan sperma harimau sumatera. Kita semua tak ingin harimau sumatera menyusul dua ‘saudaranya’ yang punah. Perlu diingat, harimau adalah predator puncak yang menjaga keseimbangan ekosistem. Salah satu perannya, mengontrol populasi babi hutan dan rusa.

Butuh penguatan regulasi

Acuan pemanfaatan biobank pada satwa liar tertuang dalam “Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from their Utilization to the Convention on Biological Diversity: text and annex” yang diterbitkan Secretariat of the Convention on Biological Diversity pada 2011.

Penyebutan istilah ‘biobank’ sebenarnya tidak tertulis gamblang. Istilah yang digunakan adalah sumber daya genetik. Protokol Nagoya memberikan kepastian hukum yang lebih besar dan transparansi, baik penyedia maupun pengguna sumber daya genetik. Protokol juga memastikan pembagian manfaat sumber daya genetik yang adil dan merata.

Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang.Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang.Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui pemanfaatan sumber daya genetik tumbuhan dan satwa liar.

Yang dimaksud pemanfaatan sumber daya genetik tumbuhan dan satwa liar mencakup pemanfaatan semua materi genetik dan/atau informasi genetik dan/atau informasi kimia dan/atau pengetahuan tradisional yang berkaitan dari tumbuhan dan satwa liar, jasad renik, atau asal lain. Ini termasuk derivatif yang mengandung unit-unit fungsional pewarisan sifat yang mempunyai nilai nyata dan/atau potensial.

Istilah ‘biobank’ tertulis jelas dalam Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2025-2045. Demi mendukung peningkatan populasi satwa liar, khususnya yang terancam punah, Indonesia menginisiasi penerapan teknologi sains dengan teknologi reproduksi berbantu (Assisted Reproductive Technology/ART) dan biobanking.

Kendati terdapat UU dan strategi dan rencana aksi, sekiranya kita masih butuh penguatan regulasi nasional mengenai biobank pada konservasi satwa liar secara lebih luas. Dalam hal ini, bukan hanya fokus penyimpanan sperma saja untuk meningkatkan peluang kelahiran.

Kita perlu memperluas penelitian dan memanfaatkan optimal semua sumber genetik, di antaranya untuk pengelolaan, keamanan penyimpanan, sumber pendanaan, kerja sama, dan berbagi data genetik. Bukan tak mungkin akan membuka peluang penelitian untuk mengidentifikasi gen yang membawa potensi penyakit pada satwa liar.

Upaya ini sebagai pencegahan agar petugas kesehatan hewan dapat segera memberikan pertolongan lebih dini, terutama kesehatan harimau sumatera. Kita pun perlu mengantisipasi risiko penyakit yang terjadi akibat perkawinan sedarah pada harimau di alam liar.

Harus beriringan dengan pelestarian habitat alami

Biobank yang di dalamnya mencakup fasilitas Genome Resource Bank untuk konservasi harimau sumatera bak secercah harapan. Diharapkan populasi spesies terakhir harimau di Indonesia bisa berkelanjutan. Akan tetapi, biobank saja tidak cukup untuk menyelamatkan harimau sumatera.

Tanpa pelestarian habitat alami, keberlangsungan hidup harimau sumatera dengan bantuan inovasi canggih tinggal menghitung jari. Kita bayangkan, pembuahan bantuannya berhasil, lalu lahir anak-anak harimau sumatera. Sementara, kondisi hutan mereka ‘menyusut’ dan risiko kontak dengan manusia akan sering terjadi.

Kita pasti bertanya-tanya, ‘Bagaimana nasib ibu harimau dan anak-anaknya hidup di hutan nantinya? Apakah mereka bisa bertahan?’ Kondisi ini seyogianya patut diantisipasi demi keberlangsungan hidup harimau sumatera di masa depan. Artinya, pemanfaatan biobank tetap harus berjalan beriringan dengan pelestarian hutan.

Perlindungan terakhir harimau sumatera

Memastikan keberlangsungan hidup harimau sumatera sepenuhnya tanggung jawab manusia. Sungguh tragis membayangkan harimau jawa dan harimau bali yang menjadi korban perburuan akhirnya punah. Kini, kita hanya dengar lewat cerita dan foto-foto bersejarah, jejak keduanya pernah hidup di Bumi Nusantara.

Kesadaran pentingnya biobank untuk keberlanjutan populasi harimau sumatera mesti dipupuk. Pertama, edukasi biobank menyasar publik luas. Informasi pemanfaatan biobank, khususnya teknologi reproduksi berbantu di Indonesia masih sedikit.

Edukasi yang lebih luas di berbagai platform media sosial akan membantu kesadaran publik terkait biobank. Topik sosialisasi bervariasi, mulai dari proses pengambilan materi genetik seperti sperma harimau, cara penyimpanan sampai pertimbangan faktor kapan sperma yang dibekukan siap dilakukan pembuahan bantuan.

Kedua, mencari tambahan sumber pendanaan biobank. Biobank butuh pendanaan berkelanjutan. Menjalin kerja sama dengan lembaga/institusi global dan pusat konservasi negara lain yang telah sukses mengembangkan teknologi reproduksi berbantu pada harimau dapat menjadi opsi terbaik.

Upaya tersebut bisa membuka peluang penelitian yang lebih mendalam tentang pemanfaatan biobank pada harimau sumatera. Ke depannya, kita menantikan publikasi ilmiah tentang biobank harimau sumatera di jurnal internasional.

Ketiga, gaungkan pesan, “Jangan sampai menunggu harimau sumatera punah, baru kita tersadar untuk menyelamatkannya.” Urgensi keselamatan populasi harimau sumatera dengan memanfaatkan inovasi terkini harus terus dilakukan. Biobank dan pelestarian hutan alami perlu berjalan beriringan.

Kita ibaratkan biobank jadi “benteng” terakhir harimau sumatera. Satu tujuan utama adalah menyelamatkan mereka dari kepunahan

 

__________

Penulis merupakan Juara pertama pada Animal Global Writing Competition yang diselenggarakan oleh Geopix untuk kategori tulisan bahasa indonesia. Akrab disapa Fitri Oshin. Ia telah menerima WHO Certified on Zoonotic disease-One Health, Antimicrobial resistance, Infodemic Management, Artificial Intelligence for Health, Health Emergency Response, etc. Pernah bekerja sebagai Jurnalis Kesehatan Liputan6.com pada 2016-2024. Ia memiliki ketertarikan pada Infectious disease, Health system, One Health dan Global Health Security.

 

 

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button