BIKA TALAGO

Jika anda dalam perjalanan di Jalan Raya Padang Panjang – Bukit Tinggi di Sumatera Barat, tepatnya di Nagari Koto Baru, Kabupaten Tanah Datar jangan lewatkan untuk mampir ke kedai yang menjual kue bika. Lokasinya diapit dua gunung, Gunung Marapi dan Gunung Singgalang. Tepat dibawah kaki Gunung Marapi disisi jalan dengan danau kecil jadi patokannya. Tulisan “Bika Talago dan Kawa Daun Tapi Talago” terpampang jelas dengan warna biru tua.
Sebelumnya sudah ada beberapa orang yang merekomendasikan untuk wajib mencicipi kue gurih dan manis ini. Maklum saja saya pertama kali ke Ranah Minang ini. Hal pertama yang saya lihat dari Kedai Bika ini adalah memasaknya secara tradisional. Kue dengan bahan parutan kelapa kasar, tepung beras dan air ini dicampur menjadi satu hingga jadi adonan yang tidak terlalu kental. Dimasak dengan cara satu sendok besar dihempaskan diatas daun pisang dalam kendi berdiameter kurang lebih dua jengkal. Harus cepat antara meletakan daun pisang dan disusul hempasan adonan diatasnya, kalau tidak daun pisang keburu hangus.
Setelah kurang lebih ada delapan hempasan adonan cepat masuk dalam kendi yang panas kemudian ditutup dengan kendi yang sama bentuknya diatasnya. Kendi yang diatas berisikan bara api dan kayu bakar. Kue Bika dimasak dengan dua api diatas dan dibawah. Sambil menunggu kue bika selesai dipanggang kurang lebih sepuluh menit saya memesan secangkir minuman kawa daun, seduhan daun kopi. Ada banyak versi di masyarakat kalau jaman penjajahan dahulu biji kopi dari Sumatera terkenal sampai Eropa, hingga biji kopi berwarna merah monopoli dagang VOC. Kaum bumiputera hanya diperbolehkan memetik daunnya untuk diminum. Tapi versi sejarah lainnya mengatakan bukan karena alasan diatas ataupun karena sejarah tanam paksa oleh VOC. Karena jauh sebelum VOC masuk di Nusantara masyarakat Minangkabau sudah mengenal kawa daun.
Cuaca dingin dibawah kaki gunung dengan hujan kecil menikmati panasnya minuman kawa daun dan bika talago memang perpaduan yang pas. Tapi Uda Alif si pemilik kedai membuat disclaimer diujung pertemuan kami. Bika Talago lebih nikmat dimakan ketika sudah dingin atau besok pagi. Ahh seperti pizza pikir saya. Akhirnya saya menyisakan beberapa bika untuk saya biarkan dan dimakan keesokan harinya. Dan ternyata bika talago tetap bagus dan rasa kelapa jadi lebih muncul diakhir kunyahan. Berbeda dengan bika yang masih hangat lebih menonjol rasa gurih dan manis dari parutan kelapa.
Nikmatilah Bika Talago di tempatnya dan bawalah pulang sebagian, inapkan. Nikmati bika talago dirumah dengan kopi maka sejuknya kaki Gunung Singgalang kemarin akan tiba-tiba datang. (Ramadhani)