Gajah Sumatera Tak Terlindungi di Areal (harusnya) Lindung

Salah satu perusahaan Ban dunia yaitu Michelin memiliki pemasok bahan baku mereka (karet) di Indonesia tepatnya di provinsi Jambi Sumatera. Pada tahun 2018 Michelin dengan Barito Putra mendirikan PT RLU/LAJ yaitu sebuah perusahaan perkebunan karet dengan prinsip berkelanjutan di Jambi. Namun pada 2022 Michelin mengakuisisi RLU sebagai pemegang saham tunggal.
PT LAJ berkomitmen mengelola kawasan konservasi dan meminimalkan deforestasi dalam operasi pengelolaan tanaman hutan dengan melakukan penilaian nilai konservasi tinggi (HCV) dan stok karbon tinggi (HCS). Penilaian mengacu pada dokumen terpadu HCV-HCS Assessment Guidance ALS-02-N bertanggal 08 November 2017. Penilaian dilakukan pada IUPHHK HT PT LAJ dengan luas total ± 62.505,76 Ha, yang meliputi 15 desa di 4 kecamatan. Yakni Kecamatan VII Koto, Tebo Ulu, Serai Serumpun dan Sumay, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Hasil penilaian HCV dan HCS digunakan untuk mengalokasikan kawasan yang dianggap potensial sebagai kawasan dengan HCV dan HCS di kawasan IUPHHK HT. Serta harus dikelola dan dipantau sesuai tata kelola dan rencana pemantauan secara kolaboratif.
PT LAJ menjalankan Wildlife Conservatian Area (WCA)/ Kawasan Konservasi untuk menjadi etalase dan membuktikan bahwa konsep “karet hijau” yang diusung benar-benar berhasil. Khususnya bagian utara Blok IV yang jadi kawasan konservasi PT LAJ/RLU, karena lokasi kawasannya merupakan habitat inti dan berfungsi sebagai koridor pergerakan gajah sumatera di Bentang Alam Bukit Tigapuluh. Selain itu, WCA juga terletak tepat disebelah selatan Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan di antara dua blok Konsesi Restorasi Ekosistem PT Alam Bukit Tigapuluh (ABT).

Namun yang terjadi sekarang adalah sebagian besar kawasan WCA tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan tidak sesuai dengan peruntukkannya. Kawasan WCA menjadi sangat terbuka karena kawasannya berada dalam pendudukan dan penguasaan masyarakat. Di kawasan ini banyak dijumpai pemukiman penduduk yang membuka lahan dan menanami lahan – lahan tersebut dengan sawit dan karet.

Permasalahan selanjutnya adalah banyaknya kawat-kawat listrik yang dipasang di perkebunan-perkebunan oleh masyarakat untuk menghalau gajah-gajah memasuki perkebunan mereka yang mana itu semestinya adalah lintasan gajah-gajah tersebut. Kawat-kawat listrik tersebut juga dipasang tanpa perhitungan tegangannya sehingga sangat membahayakan nyawa gajah bahkan manusia apabila tersengat.




