AnimalEnvironmentPeople

Perjalanan Burung-Burung Migran

Oleh: Annisa Rahmawati 

Di siang yang terik tadi saya mengunjungi kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo  di Surabaya. Salah satu wilayah konservasi hutan mangrove  dengan luas sekitar 200 hektar yang merupakan  tujuan wisata alternatif yang masih relatif hijau di daerah pesisir Surabaya. Kondisi hutan mangrove di Wonorejo ini   ternyata mampu menciptakan mikroklimat tersendiri dengan kesejukan yang membebaskan pengunjungnya dari rasa gerah, tidak seperti kebanyakan wilayah perkotaan Surabaya yang luar biasa panas.

@Annisa/Geopix

Langit kala itu biru cerah dengan sedikit mendung dari arah Pulau Madura. Sungguh saya disuguhi pemandangan hijau yang menyegarkan dari hutan mangrove yang dibingkai oleh  lazuardi yang indah langit Indonesia. Sepanjang perjalanan menggunakan boat yang tarifnya cukup murah,  satu paket dengan tarif masuk yaitu 25.000 rupiah, sungguh pengalaman yang bernilai tidak akan pernah saya lupakan. Sepanjang perjalanan menggunakan perahu kayu  tradisional bermesin, beberapa spesies burung terlihat berterbangan, mencari makan atau sembunyi di balik pepohonan mangrove. 

@Annisa/Geopix
@Annisa/Geopix

Hutan mangrove ini tidak hanya menjadi lokasi ekowisata yang sangat indah, tetapi juga adalah jalur lintasan dan tempat persinggahan bagi jutaan burung migran dari berbagai belahan dunia. Dari Siberia hingga Australia, mereka menempuh ribuan kilometer melintasi samudra, pegunungan, dan melintasi benua dalam perjalanan panjang penuh risiko dengan hanya untuk satu tujuan sederhana: bertahan hidup.

Saat musim dingin tiba di belahan bumi utara ke selatan, burung-burung meninggalkan wilayah bersalju menuju kawasan tropis yang lebih hangat pada bulan September ke November yang disebut sebagai wintering. Setelah berada di belahan bumi Selatan mereka akan singgah  dan mencari makan di sana sampai bulan Maret. Begitu musim semi tiba di bulan Maret mereka kembali ke daerah asal untuk berkembang biak dan bermigrasi balik setelah bulan Maret

Jenis burung pengembara ini beragam. Ada Burung Paok yang menjelajah lantai hutan, trinil dan kedidi yang hidup di pesisir, dara-laut yang mengarungi samudra, hingga sikep-madu Asia yang melayang bebas di langit tropis. Dalam perjalanan mereka, burung-burung ini mengandalkan medan magnet bumi, posisi bintang, matahari, dan bentang alam sebagai penunjuk arah. Sebuah sistem navigasi alami yang diwariskan selama jutaan tahun evolusi spesies mereka.

@Ken Hardi/Geopix

Burung Trinil Lumpur Asia (Limnodromus semipalmatus). Difoto di pulau Belitung.

Sebagai contoh, Trinil-lumpur Asia (Asian Dowitcher) berasal dari wilayah Asia Utara dan bermigrasi hingga ke Asia Tenggara, Australia, dan sekitarnya saat musim dingin.

Pantai Belitung @Ken Hardi/Geopix

Namun, perjalanan panjang ini bukan tanpa bahaya. Cuaca ekstrem, badai tropis, kelelahan, dan manusia pemburu bersenapan menjadi ancaman nyata. Setiap tahun pasti ada yang tak kembali ke negeri asal mereka. Tapi bagi burung migran, berhenti bukan pilihan.

@Ken Hardi/Geopix

Foto diambil di Pantai Trisik, tidak jauh dari New Yogyakarta International Airport.

 

@Ken Hardi/Geopix

Dalam foto di atas,  terlihat seekor burung kedidi atau Calidris sp. yang sedang kelelahan dan beristirahat di pasir pantai selatan Jawa yang hangat.

Contoh lain di bawah ini, Dara-laut Kecil termasuk burung pengembara mungil yang tangguh. Saat musim dingin tiba di belahan bumi utara, burung ini akan segera beranjak, terbang mengepakkan sayap ke arah selatan untuk mencapai kawasan yang lebih hangat.

@Ken Hardi/Geopix

Dara Laut Kecil atau Camar. Nama Inggris: Little Tern. Suku: Laridae.
Difoto di Pantai Batang Kuis, Sumatera Utara, Indonesia.

Selama melakukan migrasi sejauh ribuan kilometer ini, Dara-laut Kecil akan singgah beberapa kali di daerah pesisir yang dilewatinya untuk beristirahat dan mencari makan. Salah satu daerah persinggahan burung migran ini adalah kawasan pantai dan pesisir Indonesia memiliki peran penting dalam jalur terbang Asia Timur–Australasia (East Asian–Australasian Flyway/EAAF)  jalur migrasi sepanjang 85 juta kilometer persegi yang melintasi 22 negara. Dari sekitar 500 jenis burung yang melintas di jalur ini, lebih dari 200 jenis memilih Indonesia sebagai tempat singgah, mencari makan, dan beristirahat. Wow! Saya terhenyak, ternyata Sebegitu pentingnya hutan-hutan dan mangrove kita bagi spesies burung-burung migran ini. Saya kira hanya satwa-satwa asli Indonesia saja yang membutuhkan habitat hutan kita, tidak disangka kita juga kedatangan spesies ‘tamu’.

Sayangnya, banyak dari tempat-tempat singgah bagi burung-burung migran itu kini dalam kondisi terancam. Rawa-rawa yang dulu dipenuhi suara burung kini berubah menjadi tambak dan permukiman. Hutan mangrove yang dulunya rindang menjadi berkurang. Ketika ekosistem tersebut hilang, maka bukan hanya burung yang kehilangan rumah, tapi juga menjadi tanda bahwa keseimbangan alam sedang terancam sehingga memerlukan upaya-upaya perlindungan yang komprehensif.

Pemerintah Indonesia  memiliki program Kemitraan Nasional Konservasi Burung Bermigrasi dan Habitatnya (KNKBBH) melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal KSDAE Nomor SK.16/KSDAE/KKHSG/KSA.2/1/2024 untuk memperkuat perlindungan kawasan penting bagi burung migran, termasuk melalui pengelolaan habitat lahan  basah dan kawasan pesisir yang menjadi tempat favorit mereka. Lalu apa pentingnya? Tentu saja untuk memastikan perlindungan habitat persinggahan burung-burung migran tersebut. Namun demikian keberhasilannya sangat bergantung pada kolaborasi semua pihak, terutama pemerintah, masyarakat, peneliti, dan komunitas-komunitas pecinta/pemerhati burung atau  pecinta alam.

Tidak perlu menjadi seorang filosof untuk memahami ini semua. Sederhana saja kok. Kita sebagai manusia bisa belajar dari burung-burung migran itu tentang arti menjalani kehidupan dengan penuh keberanian. Mereka datang dan kembali setiap tahun, meski harus menempuh jarak yang nyaris mustahil. Mereka mengingatkan kita semua bahwa bumi ini saling terhubung, dan jembatannya adalah mangrove, rawa dan hutan yang terjaga.

Menjaga mangrove, rawa dan hutan sebagai jembatan kehidupan burung-burung migran ini , berarti memastikan bahwa setiap musim, mereka masih punya tempat untuk singgah untuk kemudian pulang lagi ke habitat aslinya.

Selamat Hari Burung Migran Sedunia!

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button