People

Mengabdi Tanpa Batas: Kisah drh. Antonia Agnes dan Panggilan Jiwa untuk Satwa dan Kemanusiaan

Oleh: Annisa Rahmawati, Co-Director/Senior Wildlife Campaigner Geopix

Pagi itu begitu cerah di Tanamera Coffee Yogyakarta, saya berkesempatan bertemu dan berbincang santai dengan drh. Antonia Agnes Sri BC yang biasa dipanggil dokter Agnes. Seorang perempuan anggun bersahaja yang memiliki sepak terjang luar biasa dalam karirnya sebagai veteriner dan dunia komunikasi hewan, atau yang biasa kita kenal dengan animal whisperer. Kami membahas sesuatu yang tak biasa: cara hewan berkomunikasi, bagaimana manusia bisa belajar mendengarkannya dan bagaimana memahami hewan bukan hanya dengan ilmu, tetapi juga dengan rasa.

@istimewa/drh. Agnes

drh. Agnes adalah sosok dokter hewan dengan cakupan kerja yang luas dan lintas disiplin. Beliau berpraktik di Klinik Quantum Vet and Pet untuk berbagai jenis hewan, sekaligus menjadi dokter tamu spesialis satwa eksotik dan animal communicator di Klinik Dedocvet. Di luar klinik, beliau menjadi konsultan peternakan unggas, sapi, domba, dan babi, serta menjabat sebagai Vet in Charge di Ibarbo Aviary and Minizoo. Kiprahnya juga merambah dunia akademik sebagai dosen tamu di sejumlah universitas terkemuka. Dalam bidang tanggap bencana, beliau dikenal sebagai salah satu pendiri sekaligus Koordinator Kesehatan Hewan Nasional SAR Dog Indonesia (IPSAR-RDI), Ketua SAR Dog Yogyakarta, dan anggota tim medis INASAR INA-01 Basarnas sebagai Medical Officer dan K9 Veterinarian. Di sela kegiatan tersebut, drh. Agnes juga menjadi pelatih dan instruktur bagi para K9 handler Basarnas, memastikan sinergi antara manusia dan anjing pelacak berjalan optimal. Kepeduliannya terhadap edukasi dan konservasi satwa beliau wujudkan melalui perannya sebagai anggota Dewan Penasehat Forum Edukasi Satwa dan Tumbuhan (FOREST). Beliau juga aktif di berbagai organisasi profesi, di antaranya sebagai Wakil Ketua Bidang Organisasi PDHI DIY, Vice President Asosiasi Dokter Hewan Monogastrik Indonesia, serta Humas Gojukai Karate Komda DIY mencerminkan keseimbangan antara ketegasan, empati, dan semangat pengabdian.

Tentu sebagai dokter hewan, dr. Agnes terbiasa “berbicara” dengan hewan, tetap beliau tidak pernah menyangka kebiasaan sederhana itu kelak menjadi bagian penting dalam profesinya. “Saya biasa ngobrol dengan hewan sejak kecil, dan setelah praktek sebagai dokter hewan, baru sadar orang menyebutnya animal whispering,” tuturnya. Kemampuan itu kini menjadi pintu komunikasi yang membuka dunia lain, dunia yang penuh pesan dari hewan yang sering luput dari pemahaman manusia, termasuk potensinya dalam membantu tugas manusia.

@istimewa/drh. Agnes

Sebagai animal communicator, dokter Agnes berperan menjadi mediator antara hewan dan pemiliknya. Beliau membantu menerjemahkan apa yang tidak terucap, baik itu keresahan seekor anjing, burung paruh bengkok yang menolak dijodohkan, hingga ular di Kalimantan yang “mengeluh” karena habitatnya dibakar. “Kadang pemilik sebenarnya paham, tapi tidak bisa menginterpretasikan dengan tepat. Di situlah saya juga berperan sebagai jembatan komunikasi,” jelasnya.

Menurut dokter Agnes, hewan tidak hanya membutuhkan makan dan minum. Tetapi mereka butuh diperhatikan, diberi batas, dan diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Sebagai contoh, anjing-anjing itu hidup dalam struktur kawanan, jika tidak ada leadership yang konsisten, seekor anjing akan mengambil alih peran dominan atas pemiliknya. “Bukan berarti harus galak. Justru leadership dari pemilik yang tenang dan penuh kasih membuat hewan merasa aman,” tambahnya.

@istimewa/drh. Agnes

Salah satu kisah dari dokter Agnes yang masih membekas hingga kini adalah tentang seekor anjing tua yang sakit parah dan menolak “pergi” karena masih ingin menjaga pemiliknya dari kekerasan rumah tangga. “Dia bilang, ‘Aku belum bisa pergi. Siapa yang nanti jaga Ibu?’” kenangnya lirih. Dari cerita itu, saya semakin memahami bahwa cinta dan kesetiaan hewan tidak pernah berhenti, bahkan ketika di ambang kematian.

Yang menarik, komunikasi antara dokter Agnes dan hewan tertentu tidak hanya terjadi secara langsung, tapi juga dengan bantuan foto atau video, dokter Agnes bisa menyampaikan pesan dari hewan bahkan secara daring melalui whatsapp. Jadi ada pembedaan percakapan wa antara dokter Agnes dan pemilik hewan, dan antara dokter Agnes dengan hewan tersebut dengan cara diberi quote.

Menurut beliau, kisah-kisah itu menjadi pengingat bahwa hewan punya cara pandang sendiri. Burung bisa memilih pasangan berdasarkan kecocokan karakter, anjing bisa merasa malu karena dipakaikan kaos kaki oleh pemiliknya dimana kaus kakinya dianggap aneh oleh kawanan mereka, ada juga seekor kucing bisa mengungkap keberadaan “teman gaib” di rumah. “Hewan punya pemikiran, preferensi, bahkan rasa humor. Tugas kita hanya mendengar,” katanya sambil tertawa.

Kemampuan animal whispering ini sering disebut sebagai gift atau talent, tetapi dokter Agnes percaya bahwa kemampuan ini bisa diasah oleh siapa pun. Intonasi suara, energi emosional, hingga niat tulus menjadi kunci komunikasi. Beliau mencontohkan salah satu pasiennya: seorang pemilik yang kini bisa membuat anjingnya makan hanya dengan berkata, “kalau tidak makan, saya lapor dokter Agnes.” “Artinya manusia bisa belajar, asal mau peka terhadap tanda-tanda,” jelasnya sembari tersenyum.

Dalam konteks yang lebih luas lagi, kemampuan ini berpotensi bisa mendukung upaya penanggulangan bencana bahkan juga konservasi. Anjing bisa dilatih untuk melacak satwa liar, dalam konteks ini, tim penyelamat memanfaatkan sensitivitas hewan dalam operasi lapangan seperti kejahatan terhadap satwa liar, jual beli satwa yang dilindungi.

Tidak hanya bisa mendengar bisikan hewan, melainkan mengingatkan manusia bahwa hewan adalah sahabat, bukan sebuah objek atau bahkan alat pemuas kesenangan manusia. “Hewan selalu punya penjaga, punya cara untuk berbicara. Tugas kita adalah mendengar,” pungkasnya.

Sudah hampir dua jam, cangkir-cangkir kopi kami sudah kosong, sungguh tidak terasa obrolan kami harus berakhir. Dokter Agnes juga harus pamit karena ada jadwal meeting dengan koleganya.

Sambil merenungkan kembali obrolan kami tadi. Ada satu pelajaran yang saya pahami, bahwa untuk ‘memahami’ bahasa binatang dan mampu ‘menguasai’ mereka, manusia memerlukan kesadaran yang diperlukan sebagai manusia, leadership yang kuat, dan empati penuh ketulusan. Empati tersebut sangatlah mendesak sebagai jembatan yang memperkuat ikatan kita dengan alam dan menciptakan keseimbangan didalamnya.

======

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button