[SIARAN PERS] Geopix Desak Michelin Segera Cabut Pagar Listrik yang Mengancam Gajah Sumatera di Ekosistem Bukit Tiga Puluh Jambi

Yogyakarta, 5 Mei 2025. Geopix menyatakan kekhawatiran atas kelangsungan hidup populasi gajah Sumatera yang berada di sekitar area ekosistem Bukit Tiga Puluh Jambi di dalam laporan terbarunya. Habitat satwa liar yang terakhir dan sangat penting ini terancam rusak dan terdesak oleh PT Lestari Asri Jaya (LAJ) – anak perusahaan dari PT Royal Lestari Utama (Michelin Grup) yang bergerak di bidang produksi ban global dan perkebunan karet.
Konsesi grup Michelin di Jambi seluas 61.495 hektar berada di empat kecamatan yang berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Jambi. PT LAJ diduga telah membabat kawasan berhutan dengan keanekaragaman hayati tinggi untuk menanam karet monokultur yang tidak lestari. Kawasan tersebut merupakan habitat penyangga dan koridor pergerakan gajah, yang terletak di dataran rendah tepat berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Daerah dataran rendah ini penting karena gajah tidak dapat hidup di Taman Nasional yang berbukit dan cukup terjal.
Michelin menetapkan sebagian wilayah dari Blok 4 PT. LAJ sebagai Wildlife Conservation Area (WCA) atau Kawasan Konservasi Satwa Liar dan menggunakannya untuk menarik banyak investor hijau. Namun, temuan di lapangan menunjukkan bahwa wilayah WCA tersebut malah tidak sesuai dengan peruntukannya. Wilayah WCA kini telah banyak berubah menjadi perkebunan dan pemukiman ilegal bagi perambah yang masuk secara ilegal di kawasan tersebut, serta menjadi akses yang mudah untuk mencapai Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Buruknya manajemen perusahaan tidak hanya mengancam wilayah WCA ini, tetapi juga membuka akses untuk aktivitas ilegal di Taman Nasional.
Total, saat ini sudah ada lebih dari 363 bangunan dan sekitar 700 kepala keluarga tinggal di dalam area konservasi. Dari 9.700 hektare lahan yang dialokasikan oleh LAJ/RLU untuk area konservasi, kini hanya tersisa sekitar 1.723 hektar—luas yang jauh dari cukup untuk menjadi habitat layak bagi gajah dan satwa liar lainnya.
Hal yang mengkhawatirkan lainnya adalah pembangunan pagar listrik non standar yang masif dan berpotensi mematikan oleh masyarakat di sekitar 44 titik lokasi yang diperkirakan memiliki panjang sekitar 46,6 km di dalam wilayah WCA. Seluruh pagar yang dipasang secara ilegal tersebut menghambat pergerakan gajah dan menutup akses mereka ke kawasan konservasi, serta berpotensi membunuh gajah dan satwa liar yang terancam punah serta manusia.
Pada 21 Maret 2025 lalu, Geopix melakukan pertemuan bilateral dengan perusahaan dalam skema keluhan yang difasilitasi oleh Global Platform Sustainable Natural Rubber – GPSNR untuk menyampaikan temuan-temuan di lapangan dan menagih upaya konservasi yang dijanjikan Michelin di lanskap Bukit Tigapuluh, Jambi. Namun hasilnya tidak memuaskan.
Annisa Rahmawati, Senior Wildlife Campaigner Geopix mengatakan “Dengan tidak adanya target pembongkaran pagar listrik tersebut, kami menilai perusahaan tidaklah serius dan sangat minim tindakan nyata untuk melindungi Gajah Dari ancaman tersebut,” ujar Annisa. “Sebagian besar pagar listrik masih beroperasi sampai saat ini dan ancaman terhadap satwa liar, terutama Gajah dan manusia semakin tinggi. Jika pembiaran oleh Michelin ini tetap berlangsung, maka fungsi WCA sebagai kawasan perlindungan satwa liar, terutama untuk gajah, akan gagal sepenuhnya.
Andi Muttaqien, Direktur Eksekutif Satya Bumi, sebuah organisasi masyarakat sipil yang turut memantau Michelin sejak tahun 2022, mengatakan “Sebagai salah satu pendiri Platform Global untuk Karet Alam Berkelanjutan, dan terlibat aktif dalam mempromosikan praktik terbaik dalam industri karet alam, Michelin harus segera mengambil langkah serius mengambil peran kepemimpinan dalam menyelesaikan situasi kritis ini”.
Untuk mengatasi krisis ini, kami mendesak Michelin agar:
- Melenyapkan semua ancaman langsung terhadap gajah: Semua pagar listrik ilegal wilayah LAJ, terutama di dalam area WCA, harus segera dibongkar
- Restorasi habitat: Area WCA harus dikembalikan ke fungsi konservasi penuh, dimulai dari area kunci seperti tepi sungai dan wilayah yang berbatasan dengan taman nasional serta konsesi lainnya.
- Beri jalur bebas bagi satwa: Gajah dan satwa liar lainnya harus diberi akses bebas melintasi konsesi tanpa hambatan seperti pagar, blokade, atau gangguan lainnya.
- Jalankan aturan hukum: Pihak yang melakukan aktivitas ilegal di dalam konsesi harus ditindak tegas, termasuk mereka yang menggunakan area konsesi untuk mengakses ke wilayah lindung dan taman nasional.
“Saat ini Gajah Sumatera yang masih bertahan di Ekosistem Bukit Tigapuluh tidak lebih dari 120 ekor. Tanpa langkah konkret, cepat dan tegas dari Michelin, maka hutan dan satwa liar karismatik ini makin menghadapi ancaman serius. “Green Rubber” Michelin tidak harus menjadi stempel kematian gajah Sumatera dan membawanya menuju kepunahan.” Pungkas Annisa.
Contact Person: Annisa Rahmawati
annisa@geopix.id
WA: +628111097527
Unduh di sini:
[Report] Geopix_Janji Karet
=== English Version===
Yogyakarta – Geopix expressed concern over the survival of the Sumatran elephant population in the Bukit Tiga Puluh Ecosystem, Jambi, in its recent report. The last remaining and vital wildlife habitat is threatened with destruction and is being destroyed by PT Lestari Asri Jaya (LAJ) – a subsidiary of PT Royal Lestari Utama (Michelin Group) which operates in the global tire production and rubber plantations. The Michelin Group concession in Jambi, covering an area of 61,495 hectares, is located in four sub-districts and borders the Bukit Tiga Puluh Jambi National Park. PT LAJ cleared high biodiversity forest to plant an unsustainable rubber monoculture. The area includes vital habitat and a movement corridor for elephants, which is located right in the southern part of the Bukit Tigapuluh National Park. This lowland area is vital as elephants can not live in the steep hills of the rugged National Park.
Michelin designated part of Block 4 of PT. LAJ as a Wildlife Conservation Area (WCA) and used it for its flagship project to attract green investors. However, the findings in the field show that the WCA is not managed in accordance with its designation. The WCA has now been largely transformed into plantations and illegal settlements for encroachers who were not prevented from illegally entering the area. This lack of management not only threatens the WCA, but also provides easy access for illegal activities in the National Park.
In total, there are currently more than 363 buildings and around 700 families living in the WCA. Of the 9,700 hectares of land allocated by LAJ/RLU for the conservation area, only around 1,723 hectares remain—an area far from sufficient to be a suitable habitat for elephants and other wildlife. Another worrying thing is the massive construction of lethal electric fences by the community in 44 different locations, estimated to stretch over a total of 46.6 km inside the WCA area. All of these fences were installed illegally, hindering the movements of elephants and blocking access for them to the conservation area, and have the potential to kill elephants and other endangered wildlife and people.
On 21 March 2025, Geopix held a bilateral meeting with the company in a grievance scheme facilitated by the Global Platform for Sustainable Natural Rubber – GPSNR to convey findings in the field and demand Michelin’s promised conservation efforts in the Bukit Tiga Puluh Ecosystem, Jambi. But the results are far from satisfying.
“With no target for dismantling the lethal electric fences, we consider the company to be not serious in taking real action to protect elephants from this threat,” said Annisa. “Most of the electric fences are still operating today and the threat to wildlife, especially elephants and humans is increasing. If Michelin’s neglect continues, then the function of the WCA as a wildlife protection area, especially for elephants, will fail completely.
Andi Muttaqien, Executive Director of Satya Bumi, a civil society organization that has been monitoring Michelin since 2022, said “As one of the founders of the Global Platform for Sustainable Natural Rubber, and actively involved in promoting best practices in the natural rubber industry, Michelin must urgently take serious steps to take a leadership role in resolving this critical situation.”
To address this crisis, we urge Michelin to:
- Remove all direct threats to elephants: All illegal electric fences in the LAJ area, especially inside the WCA area, must be dismantled immediately.
- Restore habitat: The WCA area must be returned to full conservation function, starting with key areas such as riverbanks and areas bordering national parks and other concessions.
- Give wildlife free passage: Elephants and other wildlife must be given free access across concessions without barriers such as fences, blockades, or other disturbances.
- Enforce the rule of law: Those who carry out illegal activities inside concessions must be prosecuted, including those who use concession areas to access protected areas and National Parks.
“Currently, only around 120 Sumatran elephants survive in the Bukit Tiga Puluh Ecosystem. Without concrete, fast and decisive steps from Michelin, this charismatic forest and wildlife will face even more serious threats. Michelin’s “Green Rubber” must not become the death stamp for the Sumatran elephant and lead it to extinction.” Annisa concluded.
Contact Person: Annisa Rahmawati
annisa@geopix.id
WA: +628111097527
Download here:
[Report] Geopix_Janji Karet